Jakarta
– Kasus beras oplosan menjadi perhatian serius pemerintah, termasuk
Presiden Prabowo Subianto, yang meminta agar dilakukan penanganan
menyeluruh dan penindakan tegas. Menindaklanjuti hal itu, Polri bergerak
cepat dengan melakukan uji merek beras yang diduga dioplos dan
pemeriksaan terhadap para produsen.
Kapolri Jenderal Polisi
Listyo Sigit Prabowo menjelaskan, hasil investigasi Kementerian
Pertanian pada 26 Juni 2025 terhadap 212 merek beras di 10 provinsi
menunjukkan adanya pelanggaran serius. Dari 232 sampel yang diuji,
sebanyak 189 merek dinyatakan tidak sesuai mutu beras.
"Artinya
posisinya berada di bawah standar terkait dengan regulasi yang
ditentukan, baik itu beras dalam kemasan premium maupun medium," ungkap
Kapolri, Selasa (29/7).
Dari hasil pendalaman, ditemukan 71
sampel beras tidak sesuai SNI, 139 sampel tidak sesuai SNI sekaligus
dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), serta 3 sampel beras
premium tidak sesuai SNI dan berat kemasan tidak sesuai label. Bahkan,
terdapat 19 merek beras yang melakukan tiga pelanggaran sekaligus: tidak
sesuai SNI, dijual melebihi HET, dan beratnya di bawah standar.
Saat
ini Polri telah melakukan uji laboratorium terhadap 9 merek beras, di
mana 8 merek dinyatakan tidak sesuai standar mutu atau SNI.
"Sudah
ada 16 produsen yang saat ini kita lakukan pemeriksaan, klarifikasi.
Dan saat ini kita sudah menaikkan sidik terhadap 4 produsen besar, yakni
PT FS, PT WPI, SY, dan SR," jelas Kapolri.
Lebih lanjut, Polri
sudah memeriksa 39 saksi dan 4 ahli, serta melakukan penggeledahan,
penyitaan barang bukti, hingga pemasangan garis polisi di tempat
produksi maupun gudang milik produsen.
Kapolri menambahkan,
sejumlah pengungkapan serupa juga terjadi di beberapa daerah. Polda
Riau, misalnya, berhasil mengungkap modus beras reject yang dioplos
menjadi beras medium lalu direpacking dan dijual sebagai beras SPHP
Bulog. Kasus serupa juga ditangani di Kalimantan Timur, dengan barang
bukti sekitar 4 ton beras yang sudah diamankan.
"Kami berkomitmen
menindak tegas praktik beras oplosan ini, karena sangat merugikan
masyarakat dan bertentangan dengan instruksi Bapak Presiden agar pangan
betul-betul dijaga kualitas dan distribusinya," tegas Kapolri.