Pada
hari selasa, 15 April 2014 pukul 09.00 WIB bertempat di Aula Polsek Pleret
dilaksanakan penyuluhan hukum dari tim Bag Hukum Polres Bantul yang dipimpin
oleh kasubbag Hukum AKP Sarjono didampingi Paur Penerapan Hukum Aiptu Madiono
dan Bamin Bantuan Hukum Brigadir Tiastono Taufik.
Penyuluhan
hukum diawalai dengan sambutan Kapolsek Pleret AKP Danang Kuntadi mengharapkan
kepada seluruh anggota yang mengikuti penyuluhan agar memperhatikan dengan
seksama dan menanyakan kepada Narasumber bilamana ada materi yang kurang jelas.
Dalam
penyuluhan tersebut AKP Sarjono selaku pembicara menyampaikan materi tentang
"Sosialisasi UU No.16 Th 2011 Tentang Bantuan Hukum.
“
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah memberikan
legitimasi yuridis terhadap eksistensi
Paralegal sebagai bagian dari pemberi bantuan hukum. Selama ini eksistensi
Paralegal hanya memperoleh legitimasi sosial dari komunitasnya, sehingga dalam
menjalankan peran dan tugas mulianya seringkali mendapat resistensi dari aparat
penegak hukum maupun pemerintah”
Lahirnya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, selanjutnya disebut
Undang-Undang Bantuan Hukum adalah dalam
rangka mewujudkan akses terhadap keadilan (acces to justice) bagi setiap orang
terutama orang miskin atau tidak mampu agar memperoleh jaminan dalam pemenuhan
haknya atas bantuan hukum.
Jaminan
atas hak bantuan hukum merupakan implementasi dari prinsip persamaan dihadapan
hukum (equality before the law) sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 28D
ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD1945. Negara terutama pemerintah sebagai
penyelenggaran negara memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan hak atas bantuan
hukum sebagai hak konstitusional warga negara. Berdasarkan pertimbangan inilah
secara yuridis urgennya eksistensi Undang-Undang Bantuan Hukum.
Adanya
kesadaran negara, dalam hal ini pemerintah untuk mengimplementasikan tanggungjawabnya melalui lahirnya
Undang-Undang Bantuan Hukum, setidaknya menjadi salah satu peluang yang mesti
dimanfaatkan dalam upaya mengwujudkan akses terhadap keadilan, terlepas dari
segala kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam Undang-Undang Bantuan
Hukum.
Di
dalam Undang-Undang Bantuan Hukum, yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah
jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
penerima bantuan hukum. Bantuan hukum diberikan oleh lembaga bantuan hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum, yang meliputi
menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum. Dalam
pelaksanaannya, selanjutnya pemberi bantuan hukum diberikan hak melakukan
rekrutmen terhadap Advokat, Paralegal, Dosen, dan Mahasiswa Fakultas Hukum.
Inilah bentuk legitimasi yuridis terhadap eksistensi Paralegal dalam pemberian
layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin atau kelompok masyarakat miskin
yang berhadapan dengan masalah hukum.
Dengan
adanya pengakuan secara yuridis terhadap eksistensi Paralegal dalam
Undang-Undang Bantuan Hukum ini, maka akan semakin memperkuat status maupun
posisi Paralegal dalam menjalankan peran dan tugasnya di komunitas, mengingat selama ini eksistensi Paralegal
hanya memperoleh legitimasi sosial dari komunitasnya.
Bila
ditelusuri lebih jauh, terutama dilihat dari sejarah dan perkembangan Paralegal
pada dasarnya merupakan seseorang yang bukan sarjana hukum, tetapi mengetahui
masalah hukum dan advokasi hukum. Istilah Paralegal pertama kali dikenal di
Amerika Serikat sejak tahun 1968 yang mengartikan Paralegal sebagai Legal
Asistant yang tugasnya membantu seorang legal yaitu pengacara atau notaris
dalam pemberian saran hukum kepada masyarakat dan bertanggungjawab langsung
kepada legal. Untuk menjadi Legal Asistant diperlukan kualitas pendidikan
tertentu, namun tidak dapat beracara atau mengesahkan suatu perbuatan hukum.
Sedangkan
di Indonesia Paralegal yang dikembangkan tidak dalam artian legal Asistant
sebagaimana di Amerika Serikat, melainkan Paralegal yang bekerja untuk
komunitas tertentu. Paralegal dilahirkan melalui serangkaian pendidikan secara
komprehensif dan berkelanjutan guna
membangun kesadarannya, dengan harapan selanjutnya adalah mampu
memperjuangkan pemenuhan hak-hak asasi dari komunitasnya melalui pemberian
layanan bantuan hukum.
Sebelum
lahirnya Undang-Undang Bantuan Hukum, istilah Paralegal tidak ditemukan dalam
satu-pun peraturan perundang-undangan di Indonesia. Meskipun demikian
eksistensinya telah lama dikenal dan berkembang di komunitas masyarakat. Paralegal
sendiri digagas dan dikembangkan oleh kalangan dari organisasi non pemerintah
(non government organization), diantaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI), sebagai salah satu lembaga tertua di Indonesia, dengan
memberikan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan hukum bagi masyarakat
miskin dan marjinal, sehingga mereka memiliki kemampuan dan keterampilan dalam
memperjuangkan hak-haknya, sekaligus mampu memberikan layanan bantuan hukum di
komunitasnya.
Peran
Paralegal dalam pemberian layanan bantuan hukum, sangat urgen eksistensinya,
mengingat masih banyaknya masyarakat yang miskin, marjinal dan buta hukum di
Indonesia yang sulit mendapatkan akses terhadap keadilan, apalagi jumlah
penduduk yang padat dan menyebar di berbagai wilayah yang luas sehingga tidak
sebanding dengan jumlah Advokat yang tersedia, termasuk kepeduliannya terhadap
permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat/kelompok masyarakat miskin.
Sementara selama ini Paralegal telah berkontribusi secara nyata di komunitasnya
dengan memberikan layanan bantuan hukum. Paralegal bahkan juga menjalankan
kerja-kerja advokasi dan pengorganisasian di komunitasnya untuk dapat mendorong
tumbuh berkembangnya kesadaran hukum masyarakat serta mampu mendorong proses
demokrasi di tingkat lokal.
Namun
tidak adanya legitimasi yuridis terhadap eksistensi Paralegal selama ini
senantiasa menjadi hambatan dan kendala bagi Paralegal dalam menjalankan peran
dan tugasnya dalam pemberian layanan bantuan hukum, baik berupa legalitas yang
seringkali dipertanyakan oleh berbagai pihak terutama aparat penegak hukum
maupun pemerintah. Hal mana cenderung berujung pada resistensi terhadap
Paralegal sehingga mereka tidak dapat bekerja secara maksimal.
Adanya
legitimasi yuridis terhadap eksistensi Paralegal, tentunya semakin memperkuat
eksistensi Paralegal, sehingga ke depan mereka diharapkan dapat berperan secara
maksimal dalam kerja-kerja pemberian layanan bantuan hukum. Namun, setidaknya
ada tiga tantangan yang harus dihadapi kedepan. Pertama, tentang bagaimana
menjamin kapasitas Paralegal sesuai dengan peran dan fungsinya, kedua bagaimana
membuat dan menjelaskan batas-batas kerja Paralegal karena Paralegal bukanlah
sebuah pekerjaan atau profesi dan yang ketiga mengenai mekanisme pengawasan
terhadap Paralegal.
Guna
menghadapi tantangan di atas, maka kedepan Paralegal harus memiliki kapasitas
dan integritas yang kuat, sehingga kader-kader Paralegal perlu mendapatkan
pendidikan secara komprehensif dan berkelanjutan, baik mengenai pengetahuan
hukum dasar, keterampilan maupun nilai etis seorang Paralegal. Dengan demikian
sangat perlu kiranya, lembaga pemberi bantuan hukum untuk segera mempersiapkan
adanya lembaga pendidikan khusus bagi Paralegal sebagai wadah untuk melahirkan
keder-kader Paralegal handal. Disamping itu, perlu dipertegas ruang lingkup
atau batasan peran dan tugas Paralegal agar tidak disalah artikan sebagai
sebuah pekerjaan atau profesi.
Sedangkan
berkaitan dengan pengawasan terhadap pelaksanaan kerja-kerja Paralegal di
komunitasnya, mesti pula dipersiapkan secara baik melalui sebuah mekanisme,
disamping tetap “membumikan” nilai-nilai etis (kode etik) bagi Paralegal. Hal
ini diperlukan guna untuk mengantisipasi terjadinya penyimpagan dan benturan
kepentingan dalam pemberian layanan bantuan hukum. Sedangkan kode etik
Paralegal diperlukan sebagai pedoman bagi Paralegal dalam menjalankan pemberian
layanan bantuan hukum di komunitasnya, agar eksistensi Paralegal semakin kuat
dan mendapatkan kepercayaan dari semua pihak,
termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah.
Setelah
penyampaian materi selesai kemudian acara ditutup dengan tanya jawab dan
dilanjutkan dengan acara ramah tamah di ruang Kapolsek. (Sihumas Pleret)
Posting Komentar