Subbag Hukum
Polres Bantul mengadakan penyuluhan bidang hukum kepada seluruh anggota jajaran
Polsek Pleret di Aula Polsek Pleret, Selasa, 11 November 2014 pukul 09.00 Wib.
Sebagai
Narasumber Iptu Hartono K bersama Brigadir Taufik dan didampingi Kapolsek
Pleret AKP Danang Kuntadi dengan materi bidang hukum "Perkap No. 1 Tahun
2009, Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kerpolisian".
Polisi
sebagai aparat yang utamanya bertanggung jawab di bidang keamanan dan
ketertiban dalam pelaksanaan tugasnya akan selalu dihadapkan pada situasi dan
kondisi yang berubah-ubah sejalan dengan dinamika masyarakat itu sendiri.
Sebagai aparat negara pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, maka Polisi
harus selalu bisa memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Berbagai macam
program dan petunjuk teknis ( Juknis ) pun telah dikeluarkan oleh POLRI dengan
tujuan untuk membentuk sosok POLRI yang humanis, berwibawa dan profesional.
Untuk itu dalam penanganan unjuk rasa, POLRI sudah menggunakan istilah baru,
bukan lagi dinamakan penanganan unjuk rasa tetapi menjadi "pelayanan unjuk
rasa".
POLRI sangat
menyadari akan posisinya di masyarakat, dibenci sekaligus dirindu. Oleh karena
itu, tolak ukur keberhasilan POLRI sebenarnya sangat mudah, yaitu kepuasan
masyarakat . POLRI harus mampu memberikan pelayanan yang prima kepada
masyarakat walaupun tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak namun kami akan
berusaha memberikan yang terbaik. Untuk itu, semua kembali kepada masyarakat
untuk memberikan penilaian kepada POLRI, apakah tekad dan niat untuk berubah
sudah menjadi kenyataan atau masih sebatas jargon saja.
Ketika
terjadi bentrokan antara massa dan petugas POLRI dalam berbagai kejadian unjuk
rasa ataupun peristiwa "chaos" lainnya, seringkali menimbulkan banyak
korban baik dari pihak massa, masyarakat atau bahkan petugas itu sendiri. Namun
bila kita melihat pemberitaan di media televisi atau surat kabar, yang sering
jadi topik hangat adalah ketika anggota POLRI tengah melakukan tindakan
kekerasan. Sebaliknya, ketika petugas yang menjadi korban, sering kali luput
dari perhatian dan malahan sering terabaikan. Apabila Polisi yang menjadi
korban, lantas kurang mempunyai nilai pemberitaan yang tinggi?
Bagi korban
di pihak massa sudah pasti berlaku Hak Asasi Manusia, namun bagaimana dengan
Polisinya, apakah ia tidak mempunyai HAM juga atau semacam HAP (Hak Asasi
Polisi) karena pada saat menjalankan tugas, hakekatnya ia bertindak atas nama
hukum. Terlepas dari itu semua, terhadap anggota yang melakukan pelanggaran,
pasti ditindak tegas. Pimpinan POLRI juga sangat menyadari bahwa dalam rangka
meningkatkan moril serta semangat tugas bagi personilnya perlu juga diberikan
suatu aturan untuk melindungi petugas ketika ia tengah melaksanakan
pekerjaannya.
Dalam rangka
menegakkan hukum dan menciptakan keamanan dan ketertiban, maka POLRI kadang
kala harus menggunakan suatu tindakan yang dinamakan Tindakan Kepolisian. Agar
tindakan ini terukur, mempunyai standar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka
selanjutnya POLRI mengeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Peraturan
Kapolri ini selanjutnya kita singkat dengan Perkap sudah diundangkan dalam
Lembaran Negara dan disahkan oleh Menkumdang dan dapat diakses oleh siapa saja
sehingga dengan keterbukaan ini diharapkan penggunaan kekuatan dalam tindakan
kepolisian ini dapat diketahui secara umum sehingga membantu POLRI dalam
mengawasi pelaksanaan tugas anggotanya serta ke dalam POLRI juga akan
berhati-hati dalam bertindak menggunakan kekuatannya. Kesalahan prosedur akan
berarti hukuman, dan juga sebaliknya, apabila tindakan kekerasan terjadi namun
dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan Perkap ini, maka personil
tersebut akan mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum.
Perkap ini
terdiri dari 7 Bab dan 17 pasal dan ditandatangani oleh Kapolri pada tanggal 13
Januari 2009. Adapun tujuan Perkap ini dibuat adalah untuk memberikan pedoman
bagi anggota POLRI dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan
penggunaan kekuatan sehingga terhindar dari tindakan yang berlebihan atau tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa hal
yang perlu kita ketahui dalam Perkap ini adalah:
A. Enam
Prinsip Penggunaan Kekuatan, yaitu:
1. Legalitas
(harus sesuai hukum)
2. Nessesitas
( penggunaan kekuatan memang perlu diambil)
3. Proporsionalitas
(dilaksanakan seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tindakan POLRI)
4. Kewajiban
Umum (Petugas bertindak dengan penilaiaannya sendiri berdasarkan situasi &
kondisi yang bertujuan menciptakan kamtibmas)
5. Preventif
(mengutamakan pencegahan)
6. Masuk
akal (tindakan diambil dengan alasan yang logis berdasarkan ancaman yang
dihadapi)
B. Enam
Tahapan Penggunaan Kekuatan:
1. Kekuatan
yang memiliki dampak deteren (berupa kehadiran aparat POLRI atau kendaran
dengan atribut POLRI atau lencana)
2. Perintah
lisan (ada komunikasi atau perintah, contoh : "POLISI, jangan
bergerak!")
3. Kendali
tangan kosong lunak (dengan gerakan membimbing atau kuncian tangan yang kecil
timbulkan cedera fisik)
4. Kendali
tangan kosong keras (ada kemungkinan timbulkan cedera, contoh dengan bantingan
atau tendangan yang melumpuhkan)
5. Kendali
senjata tumpul (Sesuai dengan perlawanan tersangka, berpotensi luka ringan,
contoh dengan menggunakan gas air mata dan tongkat polisi)
6. Kendali
dengan menggunakan senjata api (tindakan terakhir dengan pertimbangan
membahayakan korban, masayarakat dan petugas)
C. Enam
tingkat perlawanan tersangka atau massa:
1. Perlawanan
tingkat 1 (contoh diam ditempat dengan duduk ditengah jalan)
2. Perlawanan
tingkat 2 (berupa ketidak patuhan lisan dengan tidak mengindahkan himbauan
polisi)
3. Perlawanan
tingkat 3 (perlawanan pasif dengan tidur di jalan dan diam saja walau
duperintahkan bergeser hingga harus diangkat petugas)
4. Perlawanan
tingkat 4 (bertindak defensif dengan menarik, mengelak atau mendorong)
5. Perlawanan
tingkat 5 (bertindak agresif dengan memukul atau menyerang korban, petugas atau
masyarakat lain)
6. Perlawanan
tingkat 6 (bertindak dengan ancaman yang dapat sebabkan luka parah atau
kematian bagi korban, petugas dan masyarakat)
Dengan
mengacu pada prinsip dan level-level tindakan dan perlawanan di atas, maka
secara sederhana dapat disimpulkan bahwa POLRI dalam melaksanakan tugasnya
berupa penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus mempedomani 6
prinsip tadi, menggunakan kekuatan sesuai dengan level ancaman yang dihadapi.
Dan apabila tindakan yang lebih lunak sudah tidak efektif lagi, maka penggunaan
senjata api merupakan opsi terakhir karena dalam kondisi demikian keselamatan
korban, petugas dan masyarakat lain sudah terancam.
Hal lain
yang menarik dalam Perkap ini adalah dalam pasal 13 ayat 2 dinyatakan bahwa
petugas POLRI di lapangan saat menerima perintah dari atasannya namun tidak
melaksanakannya karena si petugas beranggapan bahwa tindakan sang atasan
bertentangan dengan peraturan, maka dalam kondisi demikian, dibenarkan untuk
tidak mengikutinya.
Diharapkan dengan
adanya Perkap ini akan semakin memudahkan Polri dalam menunaikan tugasnya
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat serta
menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif dengan dukungan dari berbagai pihak
terutama masyarakat. (Sihumas Pleret)
Posting Komentar