Suatu
ketika saya bertemu dengan seorang nenek. Dia, yang yang ringkih dengan kebaya
bermotif kembang itu, tampak sedang memegang sebuah kantong plastik. Hitam
warnanya, dan tampak lusuh. Saya duduk disebelahnya, di atas sebuah metromini
yang menuju ke stasiun KA.
Dia
sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik di matanya tampak jelas. Matanya
selalu berair, keriputnya, mirip dengan aliran sungai. Kelok-berkelok. Hmm…dia
tampak tersenyum pada saya. Sayapun balas tersenyum. Dia bertanya, mau kemana.
Saya
pun menjawab mau kerja, sambil bertanya, apa isi plastik yang dipegangnya.
Minyak
goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru saja mendapat jatah pembagian sembako.
Pantas, dia tampak letih. Mungkin sudah seharian dia mengantri untuk
mendapatkan minyak itu. Tanpa ditanya, dia kemudian bercerita, bahwa minyak
itu, akan dipakai untuk mengoreng tepung buat cucunya. Di saat sore, itulah
yang bisa dia berikan buat cucunya.
Dia
berkata, cucunya sangat senang kalau digorengkan tepung. Sebab, dia tak punya
banyak uang untuk membelikan yang lain selain gorengan tepung buatannya.
Itupun, tak bisa setiap hari disajikan. Karena, tak setiap hari dia bisa
mendapatkan minyak dan tepung gratis.
Degh.
Saya terharu. Saya membayangkan betapa rasa itu begitu indah. Seorang nenek yang
rela berpanas-panas untuk memberikan apa yang terbaik buat cucunya. Sang nenek,
memberikan saya hikmah yang dalam sekali. Saya teringat pada Ibu. Allah memang
maha bijak. Sang nenek hadir untuk menegur saya.
Sudah
beberapa saat waktu sebelumnya, saya sering melupakan Ibu. Seringkali makanan
yang disajikannya, saya lupakan begitu saja. Mungkin, karena saya yang terlalu
sok sibuk dengan semua urusan kerja. Sering saat pulang ke rumah, saya
menemukan nasi goreng yang masih tersaji di meja, yang belum saya sentuh sejak
pagi.
Sering
juga saya tak sempat merasakan masakan Ibu di rumah saat kembali, karena telah
makan di tempat lain. Saya sedih, saat membayangkan itu semua. Dan Ibu pun
sering mengeluh dengan hal ini. Saya merasa bersalah sekali. Saya bisa rasakan,
Ibu pasti memberikan harapan yang banyak untuk semua yang telah dimasaknya buat
saya. Tentu, saat memasukkan bumbu-bumbu, dia juga memasukkan kasih dan
cintanya buat saya.
Dia
pasti juga akan menambahkan doa-doa dan keinginan yang terbaik buat saya. Dia
pasti, mengolah semua masakan itu, mengaduk, mencampur, dan menguleni, sama
seperti dia merawat dan mengasihi saya. Menyentuh dengan lembut, mengelus,
seperti dia mengelus kepala saya di waktu kecil.
***
Metromini
telah sampai. Setelah mengucap salam pada nenek itu, saya pun turun. Namun,
saya punya punya keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya akan menyantap semua
yang Ibu berikan buat saya. Apapun yang diberikannya. Karena saya yakin, itulah
bentuk ungkapan rasa cinta saya padanya. Saya percaya, itulah yang dapat saya
berikan sebagai penghargaan buatnya.
Saya
berharap, tak akan ada lagi makanan yang tersisa. Saya ingin membahagiakan Ibu.
Terima kasih Nek
Posting Komentar