POLSEK PANDAK ADAKAN PENYULUHAN HUKUM TENTANG UU NOMOR 16 TAHUN 2011

Senin, 09 Juni 20140 komentar



Polsek Pandak mengadakan Penyuluhan Hukum bagi anggotanya pada hari Kamis, 5 Juni 2014 pukul 09.00 Wib bertempat di Polsek Pandak. Penyuluhan Hukum disampaikan oleh Kasubbag Hukum Polres Bantul AKP Sarjono yang didampingi oleh Bamin Bantuan Hukum Subbag Hukum Polres Bantul Brigadir Tiastono Taufiq. Materi yang dibawakan dalam Penyuluhan Hukum kali ini adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Acara Penyuluhan Hukum diikuti oleh anggota Polsek Pandak dari masing-masing fungsi yang ada.

Penyuluhan hukum diawali dengan sambutan Kapolsek Pandak, AKP Paimun, SH. Kapolsek  mengharapkan kepada seluruh anggota, agar mengikuti penyuluhan hukum dengan sungguh-sungguh. Kapolsek juga menyarankan, apabila ada materi yang dibawakan oleh pemateri belum jelas, agar anggota tidak segan untuk bertanya kepada narasumber. Hal ini penting karena disamping bisa menambah wawasan bagi anggota juga sebagai bekal tugas di lapangan.

Menurut AKP Sarjono, Bantuan hukum merupakan hal yang sangat esensial dalam menciptakan kehidupan yang adil serta melindungi hak asasi manusia dimana bantuan hukum yang diberikan bertujuan untuk melindungi hak asasi masyarakat dalam hal masalah hukum guna menghindari segala macam tindakan yang dapat membahayakan atau tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum atau aparat pemerintahan.

“Pemberian bantuan hukum bagi warga negara adalah untuk menjamin agar setiap orang dapat terlindungi hak-haknya dari tindakan hukum yang diskriminatif sehingga apa yang menjadi tujuan negara untuk menciptakan persamaan di hadapan hukum, dapat terlaksana karena berjalannya fungsi dari bantuan hukum tersebut,”terang AKP Sarjono.

AKP Sarjono juga menerangkan, setidaknya terdapat lima point krusial dalam implementasi bantuan hukum paska disahkannya UU No 16 Tahun 2011 tentang bantuan Hukum, yakni :

Pertama, mengenai limitasi Penerima Bantuan Hukum yang hanya terbatas pada masyarakat tidak mampu. AKP Sarjono memandang Ketidakmampuan masyarakat harus dimaknai secara luas, bukan hanya tidak mampu secara ekonomi, tetapi juga ketidakmampuan dalam bidang sosial, politik, dan lain sebagainya. Sehingga penerima bantuan hukum tidak hanya sebatas mereka yang miskin secara materi, tetapi juga meliputi kelompok-kelompok masyarakat yang rentan seperti anak, perempuan, penyandang cacat, dan lain sebagainya. Peraturan Pemerintah perlu mengatur lebih rinci tentang kriteria tidak mampu bagi masyarakat, dimana tidak hanya berdasarkan kriteria miskin tetapi juga karena adanya kepentingan keadilan yang menghendakinya. Fakta menunjukkan, organisasi bantuan hukum selama ini tidak hanya menangani kasus-kasus orang miskin, tetapi juga kelompok rentan, seperti disebutkan diatas.

Kedua, mengenai Kewenangan tanpa Batas Penyelenggara Bantuan Hukum. Menurut UU Bantuan Hukum pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM menjadi satu-satunya penyelenggara bantuan hukum, yang memiliki kewenangan membuat kebijakan (regulating), melaksanakan (implementing), anggaran (budgeting), dan pengawasan (controlling). Melekatnya semua fungsi tersebut tidak lazim dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance), dan berpeluang menimbulkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Kita semua berharap Peraturan Pemerintah harus menjamin bahwa implementasi dan penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan (justice seeker).

Ketiga, Permasalahan Verifikasi dan Akreditasi. Menurut AKP Sarjono, Verifikasi dan akreditasi harus dimaknai bukan sebagai proses legalisasi organisasi bantuan hukum, melainkan hanya bagian dari prosedur untuk mendapatkan dana bantuan hukum dari pemerintah. Verifikasi dan akreditasi tidak boleh membatasi hak masyarakat untuk memberikan bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan. Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri harus menjamin, bahwa organisasi bantuan hukum yang tidak ingin mengikuti verifikasi dan akreditasi (tidak mengakses dana pemerintah), atau tidak lolos verifikasi dan akreditasi tetap berhak untuk memberikan bantuan hukum dengan berpegang pada standar bantuan hukum.

Keempat, Pemberi Bantuan Hukum yang seakan-akan dimonopoli Advokat. Undang-undang Bantuan Hukum menyebutkan empat elemen yang dapat memberikan bantuan hukum, yaitu advokat, dosen, paralegal dan mahasiswa hukum. Keempat elemen tersebut oleh UU dijamin menjadi bagian dari kegiatan bantuan hukum dan mereka akan bekerja dibawah organisasi bantuan hukum. Peraturan Pemerintah tidak perlu lagi membatasi bahwa yang dapat memberikan bantuan hukum hanyalah advokat, tetapi yang perlu dilakukan adalah memperjelas ruang lingkup kerja masing-masing dalam memberikan bantuan hukum. Selain itu, PP juga perlu memperjelas beberapa kriteria pemberi bantuan hukum seperti legalitas LKBH yang ada di perguruan tinggi, ataupun lembaga bantaun  hukum yang dibuat oleh organisasi kemasyarakatan seperti serikat buruh, dsb.

Kelima, mengenai Prosedur Mendapatkan Bantuan Hukum. Undang-Undang Bantuan Hukum mengatur sedemikian rupa syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum. Tidak selayaknya hak atas bantuan hukum terkalahkan oleh persoalan administratif. Oleh karena itu, untuk memperkuat akses masyarakat tidak mampu terhadap bantuan hukum, Peraturan Pemerintah yang akan disusun diharapkan memberikan kemudahan-kemudahan agar seseorang yang betul-betul memenuhi kualifikasi miskin dapat mengakses bantuan hukum tanpa terhambat dengan persoalan-persoalan administratif.

Acara Penyuluhan Hukum di Polsek Pandak berakhir pada pukul 10.00 Wib dan berlangsung dengan tertib dan lancar. (Sihumas Pandak)

Share this article :

Posting Komentar

 
Link : Humas Polri | Humas Polda DIY | Humas Polres Bantul
Copyright © 2011. Humas Polres Bantul - All Rights Reserved
Operator Blogspot : Aiptu Agus Suryanto Published by Humas Polres Bantul
Proudly powered by Blogger