Kabareskrim,
Komjen Suhardi Alius mengakui adanya lubang hukum yang membuat pihaknya tidak
bisa serta merta menjerat para pendukung dan mereka yang telah berbaiat pada
organisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia.
"Ada
lubang hukum. Ada loop hole. Kita tidak bisa menjerat mereka yang menyatakan
dukungannya kepada ISIS dengan pidana. Mereka paham betul adanya celah hukum
ini, yang kemudian mereka manfaatkan," kata Suhardi Rabu (6/8).
Jenderal
bintang tiga ini juga membenarkan jika opsi yang bisa dikenakan pada para
pengikut Abu Bakr al-Baghdadi itu hanyalah UU tentang Kewarganegaraan nomor
12/2006, yang tidak terkait ancaman pidana. Khususnya pasal 23 ayat f yang
berbunyi, WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan secara sukarela
mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian
dari negara asing tersebut.
"Hanya
saja, jika ada keramaian yang bertujuan melakukan deklarasi dukungan pada ISIS,
tetap akan kami bubarkan karena pertemuan itu pasti tidak memperoleh izin
keramaian, karena izin itu syaratnya tidak menimbulkan gangguan ketertiban
umum," bebernya.
Seperti
diberitakan sebelumnya, kendati ISIS telah dinyatakan sebagai organisasi
terlarang di Indonesia, namun Polri mengaku belum mampu mengkontruksikan
jeratan pasal pidana bagi para pengikut dan mereka yang berbaiat.
"Kita
masih pelajari pelanggarannya dan pasal yang mungkin dikenakan," kata
Kapolri Jenderal Sutarman Selasa kemarin.
Tak ada
satupun pasal di dalam UU Antiterorisme 15/2003 yang bisa dijeratkan pada para
pengikut organisasi yang meledakan sejumlah tempat bersejarah di Iraq, seperti
makam Nabi Yunus itu.
Hingga kini
setidaknya ada 56 WNI yang telah berada di Iraq-Suriah, mengangkat senjata
bersama ISIS.
Tindakan
mereka, yang mengikuti dan bergabung dengan organisasi teror di luar negeri
juga tidak bisa serta merta dijerat UU pidana di dalam negeri karena locus
delicti atau tempat kejadian perkaranya ada di luar negeri.
Posting Komentar