Kasus Dul, putra musisi terkenal, anak masih berusia 13 tahun, telah diberi
izin mengendarai mobil sendiri dan ternyata mengalami kecelakaan, menabrak
mobil lain di jalan hingga menewaskan beberapa orang sekaligus adalah merupakan pelajaran penting bagi orang
tua agar tidak mencintai anak secara berlebihan.
Aturan berlalu
lintas sudah amat jelas dan dipahami oleh semua orang, bahwa pengendara
kendaraan bermotor harus melengkapi dirinya dengan SIM atau Surat Izin
mengemudi. Izin mengemudi itu baru akan diberikan oleh pihak kepolisian tatkala
seseorang telah diuji kemampuannya dan yang bersangkutan telah memasuki umur tertentu. Dul, oleh karena
umurnya baru 13 tahun, maka jelas belum memenuhi persyaratan itu. Menyerahkan mobil dan apalagi mengizinkan
untuk mengendarainya sendiri kepada anak yang belum memenuhi syarat umur tentu
merupakan tindakan keliru.
Kita lihat di jalan-jalan, tidak saja di kota tetapi juga
di pedesaan, anak-anak di bawah umur ternyata telah dipercaya oleh orang tuanya
ke sekolah dengan mengendarai sepeda
motor dan bahkan juga mobil. Padahal, mereka belum tentu telah memiliki SIM.
Perlakukan orang tua terhadap anak seperti itu sebenarnya
merupakan bentuk kecintaan yang
berlebihan. Lewat keluarga anak-anak semestinya dilatih untuk taat kepada
peraturan, berdisiplin, menghormati orang tua, menjalani hidup hemat, dan
seterusnya. Akan tetapi oleh karena orang tuanya dalam keadaan berada, maka
tidak sedikit yang memanjakan anak-anaknya. Nilai-nilai yang seharusnya
ditanamkan pada jiwa anak sejak dini
ternyata diabaikan oleh orang tuanya sendiri.
Sebagai misal, anak belum cukup umur
sudah diijinkan oleh orang tuanya sendiri mengendarai sepeda motor
atau mobil. Polisi melarang, tetapi justru orang tuanya
sendiri membebaskannya.
Anak-anak pada zaman sekarang memang semakin miskin
pendidikan tentang cara hidup yang benar. Kita lihat saja, mulai dari bangun
tidur, pergi ke sekolah, menyelesaikan tugas-tugas, menunaikan kewajiban dan
bertanggung jawab, bahkan dalam bergaul,
mereka menentukan dan memilih sendiri
secara bebas.
Demikian pula,
ketika pergi ke sekolah, anak-anak harus diantar dan juga dijemput.
Kegiatan mengantar dan menjemput anak-anak bukan saja ketika mereka itu masih
di PAUD atau di TK, tetapi hingga sampai
menjadi siswa SMP dan bahkan SMA. Kebiasaan seperti itu kadang melahirkan
pandangan aneh.
Seorang PNS dan karyawan harus membolos, meninggalkan pekerjaan, ke luar kantor, dengan alasan menjemput anaknya pulang dari
sekolah. Padahal, anak yang dimaksudkan
itu sudah duduk di SMP. Kekhawatiran dan atau kecintaan orang tua yang
berlebihan itu, sebenarnya justru
menghambat pertumbuhan jiwa anak yang bersangkutan. Mereka dimanja dan bahkan
tidak diajari tentang keberanian, bertanggung jawab, jujur, disiplin, dan seterusnya.
Orang tua berperan mengarahkan, memberi nasehat, dan
bahkan juga menghukum manakala anak-anak melakukan kesalahan. Anak juga
dianggap sebagai cermin atau simbol keandalan orang tua. Sebagai orang tua,
mereka akan merasa malu tatkala anaknya melakukan kesalahan yang diketahui oleh
masyarakat. Bukan sebaliknya, seperti
sekarang ini, orang tuanya tidak merasa salah tatkala anaknya melakukan
penyimpangan.
Sejarah umat manusia menunjukkan bahwa, kejayaan hanya
akan diraih oleh manusia-manusia cerdas, kuat, ulet, jujur, dan pekerja keras.
Manusia seperti itu akan lahir dari pendidikan yang dijalankan secara benar.
Kasih sayang kepada anak-anak adalah seharusnya diberikan oleh orang tua. Akan
tetapi, kasih sayang itu harus
diekpresikan secara tepat. Memanjakan kepada anak, dan bahkan secara
berlebih-lebihan, sebenarnya justru akan membunuh masa depannya. Semua itu biasanya dilakukan, oleh
karena, orang tua terlalu mencintai anak
secara berlebihan. Semoga bermanfaat.
Posting Komentar