Beberapa
pelaku kejahatan jalanan seperti pencurian di swalayan, pencurian di perumahan,
penjambretan, perampokan, dan sebagainya selalu memberikan alasan bahwa mereka
melakukan kejahatan tersebut adalah karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya berupa sandang, pangan dan perumahan. Pada kondisi tertentu, mungkin
kita dapat menerima alasan bahwa dorongan memenuhi kebutuhan hidup menjadi
latar belakang mengapa para pelaku kejahatan melakukan perbuatan tersebut.
Walaupun demikian, perbuatan pidana yang telah dilakukan harus
dipertanggungjawabkan melalui proses hukum, apapun alasan yang diberikannya.
Disisi lain,
ketika latar belakang ekonomi dari pelaku kejahatan bukanlah suatu alasan
utama, seperti seorang yang sudah memiliki harta kekayaan diatas rata – rata
masyarakat pada umumnya, atau dapat disebut sebagai orang kaya atau orang yang
berkecukupan, tetapi harus melakukan tindak pidana memperkaya diri sendiri
melalui korupsi. Atau seorang mahasiswa atau mahasiswi yang sebenarnya berasal
dari keluarga yang berada, orang tuanya mampu membiayai untuk kuliahnya, namun
disisi lain ia harus berprofesi sebagai mucikari yang menyalurkan para Pekerja
Seks Komersial (PSK), seperti yang terjadi di Kota Medan baru – baru ini. Hal
ini tentu kita sepakat bahwa dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa
sandang, pangan dan perumahan bukan alasan yang dapat diterima ketika seseorang
melakukan penyimpangan atau kejahatan.
Perilaku
menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik
dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya
sebagai bagian daripada makhluk sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan
seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum
yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan
manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai
dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun di tengah kehidupan
masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai
dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa
menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi
(deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut
devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak
menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk
interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan
kelompok.
Fenomena ini
tentu perlu sebuah kajian khusus bahwa ada kebutuhan lain diluar kebutuhan
pokok yang belum terpenuhi sehingga seseorang melakukan penyimpangan. Apakah
dapat dikatakan bahwa faktor ketidakpuasan terhadap apa yang telah dicapai
dapat dijadikan indikator terhadap faktor yang mendorong terjadinya
penyimpangan atau apakah tidak tercukupinya kebutuhan menjadi salah satu faktor
yang membuat manusia melakukan kejahatan.
Tulisan ini
mudah – mudah dapat memberikan masukan kepada pihak – pihak yang peduli
terhadap upaya pencegahan melalui pemahaman terhadap hal – hal yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan.
Posting Komentar