Pada bulan
Februari 2014 yang lalu, para pengguna telpon seluler dihebohkan dengan
beredarnya video mesum yang diduga dilakukan oleh oknum pelajar di Cirebon.
Pada bulan
Juni 2014, karena merasa sakit hati dengan pacarnya, seorang pelaku telah
menyebarkan video mesum antara ia dengan pacarnya yang dilakukan di sebuah
Hotel di Purwokerto. Selain menangkap pelaku, polisi juga menyita sejumlah
barang bukti berupa 3 buah telepon genggam dan komputer jinjing milik pelaku.
Barang bukti yan disita berisi foto dan video porno yang diambil pelaku bersama
korban di sebuah hotel di Purwokerto.
Pada bulan
September 2014, beredar rekaman video mesum diduga dilperankan oleh oknum
anggota DPRD di salah satu Kabupaten di Provinsi Bengkulu dengan pelajar kelas
II SMA swasta di Kota Bengkulu. Selanjutnya masyarakat Bandung dihebohkan
dengan rekaman video mesum yang pemerannya menggunakan seragam PNS di Kota
Bandung serta seminggu yang lalu telah beredar video mesum dengan seragam PNS
di Kota Banten. Masih di bulan September 2014, warga Jember, dihebohkan dengan
video mesum yang beredar lewat telepon seluler, yang diduga kuat diperankan
oleh seorang oknum guru dan mahasiswa perguruan tinggi swasta.
Dari aspek
sosial kemasyarakatan, fakta - fakta diatas merupakan sebuah fenomena yang
seharusnya tidak terjadi pada masyarakat Indonesia yang sebenarnya telah
memiliki aturan – aturan norma baik norma kesusilaan maupun norma agama. Fakta
tersebut juga menjadi sebuah indikator bahwa saat ini telah ada pergeseran
pemahaman tentang nilai – nilai kesusilaan, termasuk nilai – nilai agama pada
para pelaku yang menyebarkan video mesum tersebut.Ketidaksiapan individu,
keluarga dan masyarakat dalam menerima keberadaan kemajuan teknologi informasi
sebagai salah satu faktor yang telah mendorong perubahan pemahaman terhadap
norma – norma tersebut.
Dari aspek
hukum, salah satu aturan yang mengatur dan berkaitan dengan fakta diatas adalah
Undang – Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tenang Pornografi serta Undang – Undang
RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan
pasal 4 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi menjelaskan bahwa setiap
orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang,
kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan, alat kelamin; atau pornografi anak.
Ketentuan
pidana terhadap pelanggaran pasal 4 tersebut diatur dalam pasal 29 UU RI Nomor
44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyatakan bahwa setiap orang yang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
Fakta –
fakta diatas dan uraian singkat tentang aspek sosial dan hukum ini diharapkan
dapat menjadi renungan kita semua terhadap fenomena pengabaian norma – norma
kesusilaan yang berkembang dimasyarakat.
Posting Komentar