Ketika kita
berinteraksi di media sosial, maka ketika itu kita telah mengikatkan diri kita
dengan orang lain yang juga ada dalam media yang sama. Sebuah konsekuensi yang
harus dipertimbangkan dalam berinteraksi adalah adanya pertanggungjawaban hukum
terhadap perbuatan kita selama kita beraktifitas melalui dunia maya tersebut.
Di
Indonesia, Kebebasan dalam berkomunikasi dengan menggunakan teknologi informasi
yang ada telah diatur dalam Undang – Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Ada beberapa perbuatan yang dilarang dalam
memberikan informasi dan melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27 UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE antara lain :
1) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Istilah
“iseng” dengan menggunakan media sosial yang ditujukan kepada seseorang, yang
melanggar kesusilaan, memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik,
sehingga menyebabkan orang lain terebut terganggu, maka perbuatannya dikategorikan
melanggar ketentuan dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Semoga
pemerintahan baru yang terbentuk dapat mencermati secara bijak tentang fenomena
media sosial sebagai salah satu bagian dari cara berinteraksi dalam masyarakat.
Keberadaan media sosial dapat menjadi perekat dan pemersatu orang orang yang sebelumnya tidak saling mengenal,
namun sebaliknya dalam waktu yang singkat dapat juga menjadi sumber perpecahan.
Polri
sendiri, selama tahun 2014 telah menempatkan media sosial sebagai salah satu
bagian penting yang dapat menimbulkan potensi gangguan keamanan, khususnya
dalam Operasi Mantap Brata untuk mengamankan Pemilu 2014. Karena gangguan
keamanan tidak hanya ditimbulkan dari hal – hal yang nyata dilapangan, dapat
saja muncul melalui media sosial di dunia maya.
Oleh karena
itu, mari kita jadikan media sosial untuk berinteraksi dengan baik,
mengedepankan nilai – nilai kesopanan dan berupaya untuk memberikan kontribusi
positif kepada orang lain, sehingga tidak harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
secara hukum akibat dari ke”isengan”nya.
Posting Komentar