

Disamping mengatur antrian, petugas juga
mengingatkan para pengunjung dengan menggunakan pengeras suara agar berhati
hati karena pencopet berkeliaran menggunakan kesempatanya untuk melaksanakan
aksi jahatnya.
Sebelum prosesi ‘nguras enceh’ dimulai, abdi
dalem kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta mengelar tahlilan di
Bangsal Supit Urang. Setelah tahlilan yang dipimpin Raden Jogo Sudomo selesai kemudian
dilaksanakan prosesi nguras enceh. Dari prosesi itu, abdi dalem Kasultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta mengambil air untuk diberikan kepada ribuan
orang yang berjubel di pelataran Kompleks Makam.
Tradisi ini merupakan peninggalan Sultan
Agung Hanyakrakusuma. Dijelaskan empat enceh atau Gentong tersebut berasal dari
Palembang (dijuluki Nyai Danumurti), Aceh (Kyai Danumaya), Ngerum Istanbul
Turki (Kyai Mendung) dan Siyem Thailand (Nyai Siyem). Konon keempat gentong
tersebut merupakan bulubekti (hadiah) dari empat kerajaan yang dahulu membina
hubungan dengan Mataram.
Diceritakan, pada waktu tersebut kerajaan
tersebut hendak memberi hadiah emas perhiasan kepada Sang Sultan, namun Sultan
Agung menolak dan hanya meminta empat buah genthong dari masing-masing
kerajaan.
Keempat genthong tersebut dahulu dipakai
Sultan Agung untuk mengambil wudhu. Ketika Sultan mangkat keempat gentong
tersebut dibawa ke makam beliau.
Pengamanan giat tradisi nguras Enceh
dilaksanakan hingga selesai kegiatan dan berakhir dalam keadaan aman dan tertib.
Posting Komentar